Halaman

Kamis, 27 Desember 2012

Thaharah



Thaharah atau  bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa  tanpa  adanya thaharah, ibadah kita  kepada  Allah SWT tidak  akan diterima. Sebab beberapa ibadah  utama   mensyaratkan thaharah secara   mutlak.   Tanpa thaharah,  ibadah tidak  sah. Bila  ibadah tidak  sah,  maka  tidak akan   diterima   Allah.   Kalau   tidak   diterima   Allah,   maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.

  • Pembagian Jenis Thaharah
Ada banyak sudut pandang saat kita  membagi thaharah ini Salah   satunya   kita   bisa   membagi thaharah secara   umum menjadi   dua  macam   pembagian   yang   besar,   yaitu thaharah hakiki dan thaharah hukmi
  1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya  adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh   dikatakan   bahwa thaharah   hakiki adalah   terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai  pakaian yang ada  noda darah atau air kencing,  tidak sah shalatnya.  Karena  dia  tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.
Thaharah  hakiki bisa  didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual.
            Caranya  bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air  7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu
pertengahan,  disucikan  dengan  cara  mencucinya  dengan air biasa, hingga hilang warna, bau dan rasa najisnya.
  1. Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah hukmi maksudnya  adalah sucinya kita dari hadats,   baik hadats kecil   maupun hadats besar   (kondisi janabah)
Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya  secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada  kotoran pada diri kita. Namun tidak  adanya  kotoran yang menempel  pada diri  kita, belum  tentu  dipandang  bersih  secara  hukum.  Bersih  secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal  wudhu'-nya,  boleh jadi secara pisik tidak  ada  kotoran yang menimpanya. Namun dia  wajib ber thaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar  mani. Meski dia telah mencuci maninya  dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi thaharah  hukmi adalah kesucian secara  ritual, dimana secara   pisik   memang   tidak   ada   kotoran   yang   menempel, namun seolah-olah dirinya tidak  suci untuk melakukan ritual ibadah.
Thaharah  hukmi didapat  dengan  cara  berwudhu'  atau   mandi janabah.

0 komentar:

Posting Komentar

Tafaddhol